Selasa, 20 Desember 2011

Galau!


Dul Kenyut nggak bisa tidur, tumben banget…
            Biasanya begitu ketemu bantal di saungnya Erte Kacrut terus saja merem dan mendengkur.  Apalagi kalau semua atribut perang melawan nyamuk dan dingin sudah dikenakan, kaos kaki, sarung, udeng-udeng (penutup kepala oleh-oleh dari Erte Kacrut waktu study tour ke Jogja), dan tentu saja nyalain obat nyamuk.
            “Kenapa luh, galau?” tegur Erte Kacrut yang tampaknya baru saja dari sumur.
            Dul Kenyut cuma tersenyum nggak menyahut. Hmm, orang ini nggak tahu diri amat ya… batinnya, dia yang bikin gue nggak bisa tidur malah sekarang seenaknya ngatain kalau gue galau!
            “Makanya baca doa, sembahyang tahajud, biar semua keinginan lu kesampaian… pengen dapat kerjaan, jodoh, jadi orang terpandang, dihargai orang, dihormati orang, disanjung-sanjung orang. Pokoknya cita-cita lu supaya eksis kesampaian dah! Gue bantuin amin-nya aja deh!” Erte Kacrut nyerocos sambil ngelap muka pakai kaosnya hingga pusernya kelihatan.
            Dul Kenyut hanya melenguh…
            Enteng aja lu ngomong, batin Dul Kenyut lagi, semakin banyak omong, semakin gue nggak bisa tidur nih! Dul Kenyut hanya bisa protes dalam hati, tidak berani ngomong langsung. Ah, padahal Erte Kacrut orang yang paling nggak seneng kalau diomongin di belakang, atau kalau ada masalah dengan dirinya nggak mau ngomong. Jangan-jangan nanti dia juga dianggap Brutus sama Erte Kacrut karena hal ini. Karena menurut Erte Kacrut, Brutus yang membunuh Raja Caesar itu simbolik!
            Entahlah bagaimana dalilnya, erte sableng itu menafsirkan simbolisasi pembunuhan dalam kasus Brutus. Katanya sih, Brutus itu semacam nafsu juga. Sejenis nafsu berkuasa, keinginan untuk eksis juga, dan kegalauan orang-orang di sekitar kekuasan yang merasa lebih bisa memimpin dari pemimpinnya sekarang. Lalu sedemikian rupa, melakukan konspirasi untuk secara individu ataupun kolektif, menjerumuskan pemimpinnya dalam suasana simalakama.
            Nah inilah yang bikin Dul Kenyut nggak bisa tidur…
            Simalakama.
            “Lu kan nggak pernah mikir Dul, secara paksa telah mengambil bahkan merampok tanpa sisa semua yang privat dari gue! Untuk menjadi pemimpin, semua itu sudah diambil dan apa yang melekat dalam diri yang bersangkutan menjadi milik publik. Kalau orang biasa punya 24 untuk urusan dirinya, seorang pemimpin, seperti erte macam gue, 24 jam atau mungkin separonya sudah diambil semuanya buat urusan publik…”
            Dul Kenyut mikir, iya yah, ertenya kehabisan waktu untuk dirinya. Padahal seperti yang lain, dia juga harus kerja, harus memenuhi hajatnya, dan mesti memiliki ruang privat seperti dirinya yang kebanyakan waktu hanya untuk diri sendiri. Urusan warga jadi hal yang tak pernah lepas dari dirinya, dari melek mata sampai merem.
            “Lu nggak pernah mikir kan Dul yang kayak gitu… dan seenaknya aja kalau ada yang nggak beres lu nuduh-nuduh gue nggak amanah lah, kepemimpinan gue payah lah… lu ngasih apa buat gue? Emang Erte digaji, dikasih fasilitas seperti pejabat? Sehingga bisa kasih semua waktunya untuk ngurusin ini semua tanpa bingung mikirin bakul nasi, bayar listrik, kondangan, trus nanggung hidup lu juga…” Wajah Erte Kacrut tiba-tiba serem banget di hadapannya, “Waktu yang gue punya sama Dul! Dan udah diambil semua untuk ngurusin elu pada, tapi gue harus bersiasat supaya gue juga tetap hidup, tetap bisa makan tanpa meminta-minta, tetap bisa hidup normal…”
            Ehm, Dul Kenyut merasa ada yang mengiris hatinya. Jujur saja ia merasa nyaman jadi orang dekatnya Erte Kacrut. Dia dapat banyak kemudahan, kecipratan makan enak kalau ertenya diundang ke mana-mana, dapat duduk paling depan, ikut dihormati orang, dapat diskon makan dan ngopi di warung Mak Eroh… ah! Dul Kenyut takut kalau semua itu tiba-tiba tercabut dan tidak ia dapatkan lagi…
            Tiba-tiba Dul Kenyut merasa ia menjadi Brutus…
            Dialah yang memaksa agar ertenya terus menjadi erte di Kampung Kacrut sepanjang hayat. Kasak-kusuk dengan warga agar tidak ada yang menggantikannya. Dul Kenyut sama sekali tidak pernah berpikir, ertenya telah ia rampok kebebasannya dan waktunya!
             Dul Kenyut makin galau…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar