Rindu adalah ruang ungkap kerinduan Erte Kacrut kepada orang yang sangat dicintai dan dipanutinya, almarhumah Ibunya. Sambil menyertakan doa dan seuntai Al-Fatihah, yuk ikuti saja kisah-kisahnya yang menyentuh...
“Mam, sahur yuk…” aku membuka pintu
kamarnya perlahan. Menunggu jeda bacaan tilawahnya. Ibuku pasti menengok sambil
tersenyum, lalu bertanya jam berapa. Aku akan menjawabnya. Dan dia bilang, “Sebentar
ya, tanggung…”
Begitulah, ada gereget ruhiyah yang lebih
dalam diri ibuku setiap bulan ramadhan. Termasuk membaca Al-Quran setiap malam
dan ba’da shalat-shalat sunnahnya. Ehm, aku malu dibuatnya. Terlalu laju,
terlalu kencang arus menghambanya. Aku jauh sekali tertinggal…
Memasuki minggu pertama ramadhan kali ini,
adalah ramadhan kedua tanpa ibuku. Tuhan yang Maha Cinta lebih suka dia berada
di sisi-Nya. Semoga kebahagiaan senantiasa baginya di sana. Aku hanya punya doa,
hanya doa! Tidak punya yang lainnya untuk membuatnya bahagia.
Tak ada lagi kebahagiaan kecil dengan
mengajaknya berbuka dengan sirup Campolay rasa pisang susu kesukaannya. Betapa
wajah itu tampak bahagia bila beduk maghrib nyaris tiba, dengan semangkuk
ramuan es buah bercampur sirop khas Cirebon itu dan susu kental manis yang
terhidang di meja. Wajah bahagianya akan lebih meruar bila segenap orang yang
dicintainya turut duduk bersama, mengelilingi meja makan jati itu bersamanya.
Berloncatan banyak cerita…
Tentang masa kecilnya, tentang masa tak beruntungnya.
“Eh, itu sebelah udah dikasih?” pertanyaan
yang selalu keluar sebelum sajian berbuka disantap bersama. ‘Sebelah’ yang
dimaksudnya adalah tetangga depan dan samping rumah. Walau hanya berbagi
semangkuk es campur, wajib dibaginya. Walau hanya beberapa potong gorengan,
mesti dibaginya. Begitulah…
Harus berbagi…
Harus dibagi…
“Masjid udah dianterin?” pertanyaan itu
sekadar mengingatkan orang rumah. Maksudnya, tajil buat buka orang-orang di
masjid sudah diantar apa belum. Tak ada yang membantah, semua bergerak.
Mengantarkan…
Dan…
Dia akan memasak sendiri untuk semua itu.
Ya, memasak atau membuat kue untuk orang-orang yang akan dibaginya. Wajahnya
tak menampak lelah. Ia akan lebih cerah bila orang dari masjid mengembalikan
wadah dan teko dalam keadaan tandas. Habis tak bersisa.
“Alhamdulillah, kurang nggak?”
Ya Allah, terbuat dari apakah ibuku hingga
dia begitu baiknya. Aku tertatih-tatih mengejarnya. Aku tak sepiawai dia
membagi kebahagiaan kepada sesamanya. Tak sekonsinten dan terjaga sepertinya.
Sungguh aku tak seujung kuku mewarisinya…
Allahummagfirlaha war hamha wa’afiha wa’fu ‘anha
Lapanglah kuburmu, Mam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar