Rabu, 18 Juli 2012

Damailah Cinta...

Erte Kacrut beringan hati, membagi cerita cintanya, silakan... semoga menghangatkan cinta kita semua... 



Untuk Ning...

Aku orang yang tumbuh dalam damai...
Bukan berarti aku tak pernah melihat kekerasan. Aku juga mengalami, sekali dua kali. Tapi aku menganggapnya wajar, karena memang aku sudah bersepakat bahwa kesalahan dan pelanggaran terhadap kesepakatan akan mendapat ganjaran. Aku sadar, maka aku tidak menyesal pernah mengalami kekerasan itu. Karena itu ganjaran dari kesalahan yang aku lakukan.

Orangtua yang mencubit anaknya karena gemas, memukul pantatnya atau tepatnya menempelkan dengan sedikit tepukan, bukanlah untuk menyakiti. Karena tadi, cara untuk mengembalikan ingatan, bahwa ada yang dilanggar, ada yang sudah terlewatkan, atau kelewatan. Dan itu bisa membahayakan, ya membahayakan diri kita. Sebuah cara menyayangi...

Tidak ada kebencian! Tulus semata-mata cinta...

Maka ketika aku pernah terkaget-kaget, ketika orang yang katanya cinta dan mencintaiku, ternyata mengubah wajah jelitanya menjadi wajah antagonis seperti perempuan dalam drama layar kaca. Bicaranya memaki, matanya menyala, wajahnya memerah seolah semua darah sudah naik ke kepalanya. Kata-katanya penuh tekanan, penuh kebencian.

Aku terbengong-bengong!

Sungguh aku tidak sedang di sebuah jalanan yang karena menyeberang sembarangan lalu banyak orang menyumpahiku. Aku juga tidak sedang di pasar yang jalan tak melihat keadaan, sehingga menabrak dagangan orang, lalu tumpah berantakan hingga aku diserapahi dengan kata-kata terkasar.

Jadikanlah kekasih, bila ingin tahu siapa dia sesungguhnya...
Aku hanya mengadaptasi kata bijak, untuk menguji karakter seseorang, beri dia kekuasaan. Maka kita akan melihat karakter sebenarnya. Mungkin dalam hal ini, beri ruang untuk mencintaiku, hingga aku tahu seberapa cintanya padaku. Jangan diikuti, ini sungguh ngawur...

Setidaknya memang harus ada ruang. Entah apalah itu namanya. Ruang untuk menunjukkan apakah mencintai itu benar-benar penuh kesungguhan untuk menyayangi atau sekadar mencintai dalam ruang rasa saja. Rasanya saja mencintai, tapi tidak dengan out put-nya. Aku merasa, mencintai itu mengalirkan kasih sayang seperti Tuhan menyertai seluruh penciptaannya dengan kerahmanrahimannya...

Menyayangi dengan kesungguhan dengan segala kebaikan, untuk kelebihbaikan, dan dengan cara-cara yang baik. Mengasihi dengan jujur, apa adanya, demi sebuah kedamaian hati, kenyamanan ruhani, dan keindahan berbagi.

"Ning, maafkan aku, telah membuatmu menyala dalam amarah dan dendam panjang..."

Jeda waktu yang panjang, telah membuat kita lebih paham apa itu sayang dan menyayangi. Dan kita bisa berdialog dalam damai, dalam aura cinta yang sebenarnya. Meski aku tak memilikimu, tapi aku merasakan kamu menyayangi dan mencintaiku. Dan kamu tampak bahagia, seperti juga aku. Kita tidak akan sebahagia ini kalau memaksa diri untuk terus bersamamu waktu itu...

Terima kasih telah mengingatkan untuk menjaga kesehatanku... ehm!

~ Ning adalah kejernihan, seharusnya aku bisa berkaca dalam kejernihanmu... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar