“Jauh banget…” kata sebelahku.
“Buat kita iya, tapi kan tidak buat teman-teman yang lain,” sahutku.
Maka nikmatlah perjalanan hari Minggu itu.
Menyusuri jalanan Jakarta yang seharusnya tidak macet, karena hari libur. Tapi
sekarang tidak berguna, di beberapa tempat, tetap saja, kita harus
bersabar-sabar menahan diri untuk menikmati kemacetan dengan sebaik-baiknya.
Diawali dengan program buka puasa bersama anak
yatim tahun lalu, kali ini dikembangkan menjadi Pesantren Sastra. Tidak sekadar
berbuka puasa dan menyumbang sembako dan buku semata, tapi juga ada kajian
keislaman buat teman-teman FLP Jakarta. Tentu saja golnya jelas, upgrading
wawasan keislaman.
”Selalu sedikit kalau beginian ya?” kata seorang
teman yang datang terlebih dulu di lokasi acara. Tak lama setelah shalat dzuhur
jamaah, tak lama setelah saya tiba di Panti Sosial Asuhan Anak Utama I,
Klender, Jakarta Timur.
”Nggak apa-apa...” jawab saya sambil duduk di
bawah pohon.
Merintis jelas berbeda dengan melanjutkan. Memulai
juga berbeda dengan mengulang. Buatku yang penting adalah keberanian memulai.
Rintisan adalah upaya untuk berkembang. Dan merintis itu mendewasakan.
Melemparkan kita beberapa langkah ke depan dari pada berdiam dan cuma
membesarkan angan-angan. Kita akan berhadapan dengan hal-hal tidak terduga,
kemudian menjadi nilai baru buat kita. Mengukur diri dan kemampuan kita, hingga
melahirkan kesadaran baru, perenungan baru, pengalaman baru, dan pembelajaran
untuk menjadi lebih baik.
”Setidaknya kita sudah memulai...” aku melanjutkan
jawabanku. Soal banyak hal yang harus disempurnakan, masih banyak sekali
kesempatan dan waktunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar