Jumat, 11 November 2011

Berbagi dalam Puncak Cinta (1)


“Jauh banget…” kata sebelahku.
“Buat kita iya, tapi kan tidak buat teman-teman yang lain,” sahutku.
Maka nikmatlah perjalanan hari Minggu itu. Menyusuri jalanan Jakarta yang seharusnya tidak macet, karena hari libur. Tapi sekarang tidak berguna, di beberapa tempat, tetap saja, kita harus bersabar-sabar menahan diri untuk menikmati kemacetan dengan sebaik-baiknya.
Diawali dengan program buka puasa bersama anak yatim tahun lalu, kali ini dikembangkan menjadi Pesantren Sastra. Tidak sekadar berbuka puasa dan menyumbang sembako dan buku semata, tapi juga ada kajian keislaman buat teman-teman FLP Jakarta. Tentu saja golnya jelas, upgrading wawasan keislaman.
”Selalu sedikit kalau beginian ya?” kata seorang teman yang datang terlebih dulu di lokasi acara. Tak lama setelah shalat dzuhur jamaah, tak lama setelah saya tiba di Panti Sosial Asuhan Anak Utama I, Klender, Jakarta Timur.
”Nggak apa-apa...” jawab saya sambil duduk di bawah pohon.
Merintis jelas berbeda dengan melanjutkan. Memulai juga berbeda dengan mengulang. Buatku yang penting adalah keberanian memulai. Rintisan adalah upaya untuk berkembang. Dan merintis itu mendewasakan. Melemparkan kita beberapa langkah ke depan dari pada berdiam dan cuma membesarkan angan-angan. Kita akan berhadapan dengan hal-hal tidak terduga, kemudian menjadi nilai baru buat kita. Mengukur diri dan kemampuan kita, hingga melahirkan kesadaran baru, perenungan baru, pengalaman baru, dan pembelajaran untuk menjadi lebih baik.
”Setidaknya kita sudah memulai...” aku melanjutkan jawabanku. Soal banyak hal yang harus disempurnakan, masih banyak sekali kesempatan dan waktunya.
               
           
            

               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar