Senin, 14 November 2011

Ocehan Erte Kacrut # 8


             Dasar erte kacrut, dia berlagak cuek aja ketika tamu penting pada datang. Padahal mereka adalah orang-orang pentingnya Bupati. Setelah salaman, Erte Mbambung malah main tebak-tebakan sambil cekakakan dengan warganya dan warga erte lain yang datang bergantian. Rasanya susah nyari orang yang nggak nyengenges kalau ketemu erte kacrut itu.
            Hingga akhirnya, Erwe Kancil dan stafnya yang pecicilan nyambut orang-orang penting. Ketika Dul Kenyut menyatakan keheranannya, enteng aja jawaban erte kacrutnya itu.
            “Sekarang tugasnya ahlul hajat, tugas kita sebagai ahlul bait udah selesai dengan menyiapkan tempat ini dan segala fasilitas yang bisa dinikmati… monggo…” ujarnya sambil minta diseduhin kopi sama Sumi, staf khususnya Mak Eroh yang turut serta dalam rombongannya erte kacrut.
            Orang-orang terus berdatangan. Erte Mbambung memang berkomitmen tinggi untuk menyediakan tempat yang layak dan pantas untuk hajatan ini. Intinya, tamu-tamu yang hadir harus nyaman, tidak kehujanan dan bisa piknik sekeluarga sekalian. Siapa tahu, ada yang nggak sempat piknik kayak dirinya waktu lebaran kemaren.
            Urusan berapa bayarnya, berapa uang sewanya, itu aurat! Nggak boleh diperlihatkan pada orang lain. Cukup kalangan terbatas, sebagai bukti akuntabilitas dirinya sebagai erte. Sejauh ini, nggak ada yang protes dan keberatan, karena memang timbangan maslahat, faedah, dan manfaatnya lebih banyak dari sekadar isu kacangan tentang pencitraan atau wah-wahan...
            “Udah beres,” begitu jawabannya setiap kali ditanya.
Rumusnya Erte Mbambung soal anggaran sederhana banget, pantas dan bisa dipertanggungjawabkan. Pantas berarti tidak mengada-ada, sesuai kebutuhan dan fungsinya. Bisa dipertanggungjawabkan, wong ada itung-itungannya. Jelas! Wong pelit, bakil, koret itu juga dibenci agama. Menyiksa diri sendiri, mempersulit diri sendiri apalagi orang lain juga nggak boleh sama agama. Begitu dia kutip omongannya Ustadz Jupri.
            Dan memuliakan tamu itu kebalikan dari berlaku koret dan medit itu… Ya otomatis, erte kacrut bakal milih yang itu. Maka sebuah saung menghadap danau nusantara di pilihnya. Biar semua pada senang, biar pikirannya pada terang, dan kalaupun ada yang panas, tinggal cuci muka pakai air danau atau kalau masih kepanasan ya nyebur sekalian…
            Dul Kenyut juga sebenernya masih penasaran sama keputusan erte kacrut yang mengagumkan itu. Tapi ya memang begitulah dia, das des das des, lugas dan apa adanya. Jadi agak saru dan nggak sopan juga kalau masih bertanya ada apa di balik ini semua. Tapi erte kacrut sendiri sangat terbuka kok, bahkan sering dia minta dikoreksi setiap tindakannya.
            “Nggak puas, bisa dibalikin…” begitu dia tiap kali ada warga yang tidak puas dengan tindakan dan keputusannya. “Semua pertanyaan ada jawabannya, semua ada penjelasannya…”
            Mantep dah! Dul Kenyut bakal nanya kalau pas waktunya. Ini etika yang dia serap dari juragannya juga, nanya juga ada waktu dan tempatnya. Jangan asal, nggak tahu tempat, nggak tepat waktu. Orang lagi shalat ditanya, mentang-mentang mau jadi makmumnya, “Sudah rakaat keberapa? Saya ikutan makmum ya…” tanya calon makmum. “Oh baru tahiyat pertama…” sahut si calon imam.  Oalah, ya batal semua…
            Semakin siang, tamu semakin banyak berdatangan. Ada pejabat, ada orang melarat ngumpul jadi satu kayak peyeknya Mak Eroh. Kelihatan erte kacrut menyapa mereka semua dan selalu meninggalkan pipi yang maju mundur karena entah apanya yang bikin lawan bicaranya ketawa…
            “Bikin senang orang kan pahala, Dul…” katanya setiap kali. Dan kali ini erte kacrut bakal kebagian pidato di depan bupati dan para petinggi lain. Apakah dia bakal bikin senang yang mendengarnya…
            Belum tentu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar