Sudah hampir setahun Bupati
Ketoprak terpilih dan tinggal di wilayah Kampung Kacrut. Dan hampir setahun
pula, Bupati Ketoprak itu tak pernah kelihatan wajah dan senyumnya di
lingkungan yang cuma seuprit, bahkan saking kecilnya, kalau ada orang kentut
semua penghuni kebagian baunya. Ya, maklumlah sibuk, namanya juga bupati,
urusannya banyak, diatur oleh protokoler yang cermat, demi keselamatannya dunia
dan akhirat. Tapi tidak yakin juga kalau warganya maklum, bisa jadi karena
mereka cuek dan nggak menganggap penting keberadaan bupati di kampungnya.
“Ini kan kampung intelek, jadi ya berperilakulah
intelek,” kata Erte Mbambung sambil cengengesan ngemil krupuk masuk angin
ketika ditanya sama Dul Kenyut, warga yang kerjaannya nonton tivi bagian
politik-politikan.
“Lah, bukannya setiap penghuni baru harus lapor, Te…”
“Halah, itu kan katamu…”
“Lho bukannya Pak Erte yang nyuruh nulis!”
“Yah, biar erte ada instruksinya dikit, buat pantes-pantes…”
Erte kacrut di Kampung Kacrut. Pas! Edan, batin Dul Kenyut. Punya erte setengah
tiang memang kadang ngeselin luar dalam. Semua warganya suruh mikir sendiri
omongannya. Suruh menafsiri sendiri apa yang dikatakannya. Nanti kalau
dikonfirmasi balik, jawabnya enteng bener, “Lu sekolah kan? Tinggi kan? Ya
udah… pikir sendiri!” Halah, ampuuun…
Dul Kenyut suruh mikir, kira-kira menurutnya, kalau ada orang datang,
apapun dia, siapa pun beliau, mau bupati, presiden sekalipun kalau datang ya
harus ‘kulonuwun’ lah sama yang punya kampung. Itu kan masalah etika. Jangan
dihubungkan dengan jabatan, dengan kedudukan, apalagi dengan yang hubungan dan
ukurannya material lainnya. Nggak peduli…
Jangan juga disangkut pautkan dengan perasaan. Jangan karena tidak ikut
nyoblos waktu pilihan waktu itu, atau karena hanya bikin ribet dengan banyak
pertanyaan, dianggap ngrepotin, terlalu berisik, atau bahasa politisnya tampak
beroposisi. Wong, ini hubungan kekerabatan antarmanusia, antarawarga,
antarsesama kok… Jabatan kan ada umurnya, paling empat atau lima tahun selesai.
Paling kalau kepilih lagi ya paling mentok 32 tahun selesai dengan didemo. Nah,
kalau pertemanan, persaudaraan atau bermasyarakat kan umurnya panjang. Abadi,
sepanjang masa, sampai nyawa lolos dari raga yang bersangkutan.
“Nggak perlu takut…”
Inilah pesan yang dalam dari erte kacrut itu kepada para pejabat! Wong
jabatan umurnya bisa diterawang. Korup dikit atau sekalian banyak, pecat. Nggak
bisa mimpin, demo. Intinya pemimpin itu kudu ojo rumongso biso, ning bisoo
rumongso. Jangan merasa bisa, tapi bisalah menenggang rasa. Jadi jangan mentang-mentang.
Dan kelihatannya, warga Kampung Kacrut itu canggih sekali kalau soal
begini. Mereka punya nilai sendiri yang tumbuh dari rasa persaudaraan yang
kuat. Silaturahim antarmereka dekat sekali. Mereka warga yang cerdas. Dan
sangat egaliter…
Mana ada ketua erte ceng-cengan sama warganya. Kadang malah ancurnya minta
ampun. Tapi tetap saja penghormatan warga pada ertenya dijunjung tinggi.
Persoalannya memang bagaimana berendah hati dan saling menghargai. Dan kata
erte yang kacrut alias sudrunnya minta ampun itu, tak ada alasan apa pun yang
menghalangi orang untuk berendah hati. Wong agama apa pun mengajarkan
kerendahhatian kok, persoalannya kan mau dipraktikkan atau sekadar diteorikan.
Rendah hati itu tidak perlu diperdebatkan atau cuma ditulis di buku.Lakonono…
Jalani saja!
“Di mana langit dipijak, di situ bumi dijunjung… ya Te?”
“Kuwalik….”
“Eh iya, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung…”
Inilah salah satu rahasia penting kepemimpinan erte Kampung Kacrut. Jangan
merasa menjadi orang paling penting. Mentang-mentang, apa-apa minta diundang,
disediakan tempat duduk paling depan, disediakan waktu untuk pidato. Halah…
ternyata kemapanan membuat orang jadi birokratis dan jaim stadium empat! Lupa
niat awalnya, melemah pergerakannya. Terlena dalam kamuflase ‘kebesaran’. Belum
apa-apa sudah merasa besar…
Bahwa menjadi pemimpin, apalagi pakai mencalonkan, berkampanye, dan
lobi-lobi. Ya, harus tahu risikonya. Itulah bedanya pimpinan jabatan struktural
apa pun namanya, entah presiden, bupati atau ketua dengan pemimpin beneran.
Karena pemimpin yang ini tumbuh dan berakar, tahan gempa, tahan banting, dan
tahan cuaca tanpa perlu sekolah terlalu tinggi. Alam menyediakannya untuk
tumbuh... Biasanya, yang sudah terjadi dan dicatat sejarah, usia
kepemimpinannya lebih panjang tanpa periodesasi, karena dia tidak dipilih
dengan hitungan dan cara-cara transaksional lainnya.
Tidak jelas ini bawaan orok atau
dasar nggak ngerti etika, setengah mati Dul Kenyut memeras otaknya menafsiri
perihal kepemimpinan dan kearifannya, ealah… Erte Mbambung malah nggulung
sarung ikut nurunin sayur mayur berkarung-karung di Mak Eroh punya warung.
Sebentar lagi pasti ngopi sama cekakakan tuh… kalau tidak percaya, silakan saja
gabung di warung Mak Eroh. Pisang kipasnya lebar bener kayak tepokan nyamuk…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar