Erte Mbambung sakit pinggang...!
Ah, itu bukan alasan buatnya untuk
tidak membuat warganya tetap pada garis edar cengengesan yang sudah dia buat.
Wong warga Kampung Kacrut itu liatnya bukan main. Memiliki banyak kecerdasan
untuk terus bertahan, berkreasi sedemikian rupa sehingga. Karena hidup adalah
cengengesan, terjemah bebas ala Erte Mbambung, bahwa hidup hanyalah senda gurau
belaka. Jadi kalau hanya urusan dunia, nggak perlulah terlalu serius...
Sambil ngelonjor di bale-bale
bambu, sang erte ngliatin kalender porno –gambar segala binatang yang kini
ditiru manusia terkenal, setengah terkenal, bahkan tidak dikenal sama sekali--
yang tergantung di biliknya. Kalender hadiah dari toko emas waktu dia numpang
neduh karena hujan datang dadakan, sama sekali jauh dari perencanaan. Seperti
banyak instruksi yang ia terima dari erwe, dari lurah, dari asosiasi penggemar getuk
lindri, dari perkumpulan penikmat kopi Mak Eroh sejati, dan tentu saja dari
institusi yang lebih tinggi dan lebih formal. Dadakan dan instruktif... sak karepmu! Paling begitu saja, kalau Dul Kenyut
nanya ini itu.
"Nanti dikira makar, Te..."
"Lha,apa susahnya mbasmi orang kecil dan tak berdaya macam kita,
Dul..." sahut Erte Mbambung sambil mencabuti bulu hidungnya,
"Disemprot pake semprotan nyamuk orang sekampung Kacrut juga mati
semua."
"Bukan begitu, Te. Bisa-bisa kita kena jerat pasal subversif, Te..."
Dul Kenyut agak takut.
"Yang subversif itu mereka, menelantarkan orang kecil macam
kita..."
"Kok malah begitu..."
"Kalau sekarang kekuasaan membutakan dengan berbagai argumen dan
alasan yang masuk akal maupun tidak masuk akal ya nggak masalah, faktanya kan
mereka tidak berbuat apa-apa buat kita..."
Heran,ini orang sakit malah agak keras omongannya. Dul Kenyut terus meraba,
ke mana arah omongannya. Jangan-jangan pengaruh sakit, otak ertenya agak keluar
rel. Agak oleng dikit, semacam efek panas tinggi yang bisa orang ngigau sampai
kayak pejabat pidato. Dul Kenyut hanya meraba-raba, jangan-jangan dia lagi
ngrasani hasil kongres erte sejagat korat setahun lalu. Yang rekomendasinya
indah nian, walau Erte Mbambung sudah pesimis sejak berangkat. Nggak bakal ada
terobosan, nggak ada percepatan, katanya pada Dul Kenyut yang jadi anggota
delegasi bersama erte kacrut itu.
"Nggak usah dipikir dalam-dalam, Dul, nggak ngaruh..."
"Tapi ini kan masalah loyalitas, Te..."
"Heh,di mana-mana rumusnya pemimpin loyal sama anak buahnya, sama
warganya, sama masyarakatnya. Bukan sebaliknya... apa dia bisa jadi pemimpin
kalau umatnya nggak peduliin dia... kok tumben sekarang lu agak bodoh,
Dul..." Erte Mbambung ketawa bukan main kerasnya.
Menjadi pemimpin memang sulit. Tapi kalau sekadar jadi tukang perintah,
tiup peluit, kasih instruksi ini itu, ya lebih gampang. Tapi namanya pasti
bukan pemimpin.Kalau bukan mandor ya... wasit, kali ya?
Ah, Erte Mbambung biar lagi sakit pinggang , tetep saja bikin orang kampung
menampung senyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar